LITERATURE REVIEW
1. Budaya Populer Dalam Pembuatan
Video Klip(Studi Kasus Pada Video Klip ‘Merakit’ Oleh Yura Yunita)
Jurnal : Koneksi: Vol. 4 No. 1
Publish : 24 Maret 2020
Penulis : Jenny Ratna Sari, Roswita Oktaviani
Tujuan Penelitian:
Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui dengan menggunakan budaya populer dalam video
klip dapat berpengaruh terhadap terciptanya target pasar baru.
Objek dan Subjek:
Video klip
"Merakit" dan narasumber untuk kebutuhan penelitian yaitu Yura Yunita
(Penyanyi), Nuzulul Fajri (Tim Kreatif Produksi), dan Deden Sutrisna (Ketua
Komunitas Tuli Pecinta Alam Jakarta).
Metode Penelitian:
Penelitian ini
menggunakan metode pendekatan penelitian kualitatif, yaitu berdasarkan
paradigma, strategi dan implementasi model secara kualitatif. Penulis dalam
penelitiannya menggunakan metode studi kasus pada video klip
"Merakit".
Hasil Temuan:
Setelah melakukan
penelitian dan wawancara dengan narasumber, penulis menghasilkan bahwa lagu
Merakit memiliki makna yang kuat dalam liriknya dan penciptaan video klip
adalah sebagai perantara agar makna dan pesan lagu tersebut lebih tersampaikan
penjelasannya. Budaya populer yang terdapat dalam video klip tersebut adalah
menggunakan penyandang disabilitas (tuna rungu) sebagai model video klip nya,
ini adalah hal yang baru dimana biasanya model video klip harus memiliki
kriteria fisik yang prima dan kecantikan yang digunakan untuk menarik khalayak,
ini memberi tahu bahwa tidak semua penyandang disabilitas tidak bisa
melakukan kegiatan dengan normal ataupun terbatas.. Lagu "Merakit"
memiliki dua versi video klip, pada video klip kedua Yura dan tim kreatif
menggunakan bahasa isyarat, namun dengan hal tersebut Yura dapat menciptakan
target pasar baru yaitu para tuna rungu yang hanya bisa melihat tanpa mendengar.
2.
Apresiasi Seni: Imajinasi Dan
Kontemplasi Dalam Karya Seni
Jurnal : Jurnal Penelitian Guru
Indonesia-JPGI (Vol. 1, No. 1, Hal. 50-56)
Publish : 1 Oktober 2016
Penulis : Arnita Tarsa, S.Pd.
Tujuan Penelitian:
Dalam penelitian ini,
penulis bertujuan untuk membahas tentang pentingnya proses imajinasi dan
kontemplasi dalam penciptaan karya seni sebagai bentuk apresiasi seni.
Objek dan Subjek:
Objek dalam penelitian
ini adalah bentuk apresiasi seni dengan subjek proses imajinasi dan kontemplasi.
Metode Penelitian:
Penulis menggunakan
metode analisis deskriptif dan studi kepustakaan, dengan mengumpulkan data-data
kemudian data tersebut disusun, diolah, dan dianalisis untuk memberikan gambaran
mengenai masalah yang sedang diteliti.
Hasil Temuan:
Pembahasan pada penelitian
ini adalah dalam bentuk kajian teori:
Pada bagian pertama mengkaji ontologi seni, karya seni,
dan seni rupa. Dalam pembahasan ini menyimpulkan seni adalah kegiatan manusia secara
sadar menggunakan media untuk menyampaikan pemikiran dan perasaannya kepada
orang lain secara visual. Karya seni ialah bentuk indrawi yang tercipta dari
seni itu sendiri, seni yang berkaitan dengan visual disebut dengan seni rupa. Seni
rupa adalah karya seni yang memiliki dimensi, dapat dilihat dan dirasakan. Seni
rupa dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu seni murni dan seni terapan, seni
murni adalah karya yang bertujuan untuk memuaskan batin seniman dan seni
terapan adalah karya seni yang memiliki nilai fungsional yang menekankan pada
sisi kegunanaan atau kepraktisan. Pada bagian kedua membahas batasan pendidikan
seni dan apresiasi seni. Pendidikan seni memiliki peranan penting terhadap proses
pembelajaran siswa, seni dapat meningkatkan kemampuan diri seperti kreativitas,
ekspresivitas, dan sensivitas. Pembelajaran seni juga berguna sebagai pengalaman
siswa agar bisa lebih berapresiasi dan berkreasi dalam seni. Bagian ketiga membahas
mengenai estetika seni, estetika adalah ilmu tentang cita rasa dan pandangan
tentang nilai keindahan, pada karya seni rupa nilai estetis dapar bersifat
subjektif dan objektif. nilai estetis yang
terkandung dalam suatu karya akan muncul apabila unsur-unsur seni terpenuhi
dalam karya seni tersebut.
Penulis juga memberikan contoh
terlibatnya proses imajinasi pada sebuah karya yaitu puisi “Bugenvil” karya L.K.
Ara dan lukisan karya Raden Saleh yang berjudul “Badai”. Pada karya puisi, sang
pencipta berimajinasi bunga bugenvil yang indah dan dijadikan puisi yang
memiliki nilai estetik. Lukisan “Badai” dari Raden Saleh berasal dari imajinasi
dua buah kapal yang terkena badai dahsyat di Tengah lautan, seniman ingin mengungkapkan
hal-hal dramatis, emosional, misterius dan imajiner. Pada contoh proses kontemplasi,
penulis memberikan contoh karya puisi “Lebur” yang diciptakan oleh penulis sendiri.
Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia yaitu keadaan seseorang merenung
dan berpikir dengan perhatian penuh. Pada puisi ciptaan penulis, itu berasal
dari renungan seorang manusia yang membutuhkan guru yang dapat menuntun dan
membimbingnya agar dapat sampai pada yang dituju.
3. Analisis Makna Visual
Yang Terdapat Pada Video Klip “Rumpang” Karya Nadin Amizah
Jurnal : e-Proceeding of Art & Design (Vol.
9, No. 2, Hal. 1202-1209)
Publish : 1 April 2022
Penulis : Eka Risma Alfariani, Donny Trihanondo,
Cucu Retno Nugroho
Tujuan Penelitian:
Penulis bertujuan untuk mengetahui
makna dan pesan pada video klip “Rumpang” dari Nadin Amizah menggunakan semiotika
Ferdinand de Saussure.
Objek dan Subjek:
Video Klip “Rumpang” Nadin Amizah
dan semiotika Ferdinand de Saussure
Metode Penelitian:
Menggunakan metode penelitian
deskriptif kualitatif, metode ini hanya memaparkan suatu perisitiwa, tidak
menggunakan data-data statistik namun cenderung menganalisis.
Hasil Temuan:
Dalam video klip tersebut penulis
menganalisis penanda dan petanda berdasarkan semiotika Ferdinand de Saussure. Penulis
memilih dan memotong scene dalam video tersebut lalu akan dianalisis. Penulis memilih
dan mendapatkan 6 scene dalam video klip tersebut. Scene 1 penandanya adalah sendok
garpu yang berada di atas piring, petandanya adalah garpu yang rumpang dan piring
yang kosong menggambarkan dirinya yang merasa kehilangan serta sendok sebagai pelengkap
dan gambaran bahwa kurang asupan kasih sayang. Scene 2 penandanya ialah anak perempuan,
boneka beruang, petandanya anak Perempuan yang sedang bermain bersama boneka
beruangnya dengan penuh kebahagiaan, boneka tersebut dipersonifikasikan ia
dijadikan teman bermain. Dalam penanda setelahnya anak tersebut merias boneka
tersebut seakan menjadi petanda layaknya ibu yang merias anaknya, senyum
ekspresif pada scene tersebut mengisyaratkan bahwa anak tersebut bahagia. Scene
3 terdapat penanda anak perempuan seorang diri, petandanya dengan ekpresi wajah
yang sedih, sedang bersedih karena ditinggal oleh orang yang ia sayang, anak
tersebut menyadari bahwa kebahagiaan sebelumnya adalah hal yang fana. Ia menyadari
bahwa tidak ada yang mengisi kekosongan hatinya selain ibunya sendiri. Scene 4
penandanya kertas yang berisi hasil gambar, petandanya kertas tersebut ditempel
di dinding, yang bergambarkan ia sedang bergandengan dengan ibunya. Kertas gambar
tersebut seperti menjadi ruang perandaian dari anak tersebut, sebuah tempat
yang bisa membuat anak tersebut lepas dari kesepian karena di kertas tersebut
ia bisa membuat apa yang inginkan. Pada scene 5 penandanya dua buah buku cerita
yang bertumpuk, petandanya dua buku yang bertuliskan “Cerita di Waktu” dan
diatasnya “Sedih”, mengisyaratkan anak tersebut sedang merasakan kesedihan. Buku
tersebut secara simbolis memberi tahu bahwa begitulah kisah anak tersebut tanpa
kehadiran ibunya. Scene 6 penandanya adalah anak dan boneka beruangnya diatas kasur,
petanda dalam scene tersebut adalah anak yang sedang tidur bersama boneka beruangnya,
menandakan bahwa sebenernya apa yang ia alami sebelumnya hanya mimpi dan tidak
bisa terwujud. Kesedihan dan imajinasinya yang liar membuat anak tersebut jatuh
ke dalam mimpinya sehingga tidak dapat menerima realita bahwa sesungguhnya orang
yang ia sayang telah meninggalkannya.
4.
Analisis Pesan Moral Pada Video Klip Pastikan Riuh
Akhiri Malammu Oleh Grup Band Perunggu
Jurnal : Bandung Conference Series: Journalism
(Vol. 3, No. 2, Hal. 117-123)
Publish : 27 Juli 2023
Penulis : Efiana Safini, Alex Sobur
Tujuan Penelitian:
Penulis bertujuan menganalisis Bahasa
tubuh serta tanda-tanda yang menunjukan pesan moral pada video klip tersebut
menggunakan teori semiotika roland barthes yaitu denotasi, konotasi, dan mitos.
Objek dan Subjek:
Tanda dalam video klip “Pastikan
Riuh Akhiri Malammu Lagi” dan semiotika roland barthes
Metode Penelitian:
Penelitian tersebut menggunakan metode
penelitian kualitatif, penelitian yang menghasilkan teknik analisis tanpa menggunakan
analisis statistik.
Hasil Temuan:
Penulis memilih beberapa scene
untuk menganalisis denotasi dan konotasi pada scene yang dipilih. Terdapat 9
scene yang dianalisis oleh analisis:
Scene 1 (1:51-1:54), Denotasi: perempuan
berambut panjang memakai jas warna pink dan pria disampingnya memakai kemeja
putih yang sedang salim atau mencium tangan kepada seorang pria tua dan berambut
panjang, berlatar di depan rumah karena terlihat ada mobil. Konotasi: setelah Elsha
(perempuan memakai jas pink) dan Bara (pria memakai kemeja putih) menunggu Daud (pria tua memakai kaus
hitam), akhirnya Daud datang langsung memakirkan mobilnya, Elsha tersenyum dan
langsung mencium tangan.
Scene 2 (2:16), Denotasi: seorang
lelaki tua memakai kaus hitam sedang duduk di kursi ruang keluarga. Konotasi:
Ia menunjukan ekspresi yang sedih dan haru, sembari tersenyum tipis dan matanya
yang berkaca-kaca ketika menatap anaknya.
Scene 3 (2:09), Denotasi: 3 orang
yang sedang duduk bersama di ruang keluarga, satu perempuan memakai jas pink dan
dua pria, satu menggunakan kaus hitam dan satu lagi menggunakan kemeja putih.
Konotasi: mereka sedang berbincang, Elsha dan Bara meminta izin dan restu untuk
menikah kepada Daud. Daud melihat ke arah Elsha yang sedang berbincang sembari
tertawa bersama Bara.
Scen 4 (3:07), Denotasi: Seorang pria
menggunakan pakaian adat jawa dan terlihat dibelakangnya Wanita menggunakan
kebaya hijau. Konotasi: Daud menjadi wali nikah Elsah dan Bara, Daud terlihat
sedih karena putrinya sudah menikah.
Scene 5 (3:15), Denotasi: perempuan
dan pria yang sedang menggunakan pakaian adat pernikahan jawa, perempuan sedang
mencium tangan pria tersebut. Konotasi: dua orang yang sudah sah menjadi suami
istri. Elsha langsung mencium tangan Bara yang telah menjadi suaminya, ekspresi
Bara terlihat tersenyum bahagia.
Scene 6 (3:17), Denotasi: seorang Perempuan
yang rambutnya disanggul, sedang menggunakan kebaya hijau. Konotasi: Ibu Elsha atau
mantan istri Daud menangis setelah akad nikah diucapkan. Ia tidak bisa menahan
tangis melihat anaknya kini sudah menikah.
Scene 7 (3:35), Denotasi: anak perempuan
memakai seragam sekolah dasar dan pria menggunakan kaus hitam, mereka berdua
berjalan saling bergandengan tangan. Konotasi: Daud dan Elsha kecil sedang
berjalan bersama, Daud menjemputnya dan mengajaknya berjalan-jalan.
Scene 8 (3:57), Denotasi: pria
memakai kemeja kotak-kotak dan topi yang sedang menyetir mobil di malam hari.
Konotasi: Daud sedang menyetir mobil saat malam hari di jalanan yang cukup
sepi, ia menuju pulang ke rumahnya dari acara pernikahan anaknya. Ia berteriak
dan meluapkan kesedihannya sembari menangis di sepanjang jalan.
Scene 9 (4:11), Denotasi: Di area
parkiran terdapat Perempuan dengan
riasan jawa sedang berpelukan dengan pria yang memakai kemeja kotak-kotak dan
topi. Konotasi: Elsha memanggil ayahnya saat berlari dan Daud menengok ke arah
belakang, lalu mereka saling berpelukan bersama. Elsha menangis dalam pelukan
ayahnya dan mengucapkan “Terimakasih ya pak” sebagai ucapan terimakasih karena
telah merawat Elsha selama ini.
Penulis menyimpulkan mitos pada
video klip tersebut adalah kasih sayang orang tua dan jangan melupakan jasa
orang tua terhadap kehidupan kita sebagai seorang anak.
5.
Seni Sebagai Ekspresi Emosi (Telaah Hakiki Dan Nilai
Seni Dalam Ekspresivisme)
Jurnal : Imajinasi (Vol. 5, No. 1, Hal.
1-14)
Publish : 4 Januari 2012
Penulis : Sunarto
Tujuan Penelitian:
Penulis bertujuan menelaah lebih dalam
hakikat seni menurut ekspresivisme, karena banyak pandangan bahwa konsep seni
adalah ekspresi emosi seniman.
Objek dan Subjek:
Estetika tradisional, estetika yang
meneropong karya seni dari hakiki dan nilainya.
Metode Penelitian:
Dalam jurnalnya penulis tidak
mencantumkan metode penelitiannya. Namun sepertinya penulis menggunakan metode analisis
kualitatif dan studi kepustakaan untuk penelitiannya.
Hasil Temuan:
Terdapat dua subjudul tentang seni
menurut ekspresivisme. Ekspresivisme harian dan ekspresivisme lanjut. Pada ekspresivisme
harian, Leo Tolstoy (1969) menjelaskan hakiki dalam dua konteks, yakni teori estetika
dan etika. Estetika menunjukkan kapan sesuatu layak disebut seni atau tidak dan
moral menunjukkan kapan sesuatu layak disebut baik dan buruk. Tolstoy
beranggapan banyak orang melihat seni hanya demi tujuan kenikmatan dan tidak
melihat dalam kerangka hidup dan kemanusiaan. Aktivitas seni menurutnya adalah ‘bahasa’
yang menyatukan manusia dalam ‘emosi’, yang dapat dipahami oleh orang lain
melalui sarana eksternal seniman, seperti Gerakan, garis, warna, suara, atau
kata-kata. Tolstoy menetapkan 3 standar ukuran suatu seni akan berhasil dipahami
audiens, (1) individualitas; (2) kejelasan; (3) ketulusan. Tolstoy menggunakan
tiga kriteria tersebut untuk membedakan
seni sejati dan seni palsu, jika seni tidak diekspresikan dengan individualitas,
tidak diekspresikan dengan jelas, dan bukan berasal dari ketulusan seniman maka
hal tersebut tidak bisa disebut karya seni. Dari sudut estetis, seni yang baik
harus menyenangkan setiap orang untuk mengaksesnya, dan dari sudut moral, seni
bisa menyatukaan manusia dalam moralitas religius. Menurut Tolstoy secara estetis
seni yang baik harus memenuhi tiga kondisi. Pertama, seni harus dapat diakses audien
tanpa bantuan interpretasi yang dilakukan kritis seni. Kedua, suatu seni tidak
terikat dengan kelas tertentu. Ketiga, seni yang baik adalah ketulusan.
Ekspresivisme lanjut, pada bagian
ini penulis menyertakan dua pandangan dari dua filsuf yaitu Benedetto Croce
(1866-1952) dan R.G Collingwood (1889-1943). Menurut Croce seni bukan fakta
fisik, bukan untuk tujuan kenikmatam, moralitas dan intelektual. definisi yang
melihat seni dalam fakta fisik harus ditolak berdasarkan dua alasan. Pertama adalah
fakta fisik tidak memiliki realitas, sementara seni memiliki realitas utama. Mengkonstruksi
seni secara fisik juga tidak berguna, orang membuat pengukuran atau pemilihan
dalam berbagai bentuk tetapi semua tindakan tersebut menjauhkan orang dari
makna dan hakiki seni. Croce berpendapat bahwa seni bukanlah suatu tindakan
moral, seni dan moral memiliki wilayah yang berbeda, seni tidak ditujukan untuk
menyenang-nyenangkan orang secara moral. Lalu seni bukanlah pengetahuan
konseptual, menurut Croce pengetahuan konseptual selalu memiliki karakter
menegaskan kenyataan yang tidak nyata. Collingwood memiliki pandangannya
sendiri, menurutnya terdapat 4 definisi yang menurut Collingwood keliru dalam
melihat seni, yaitu seni sebagai kerajinan, seni sebagai representasi, seni
sebagai magis, dan sebagai hiburan. Seni bukan kerajinan karena seni tidak dibedakan
anatara sarana,dan tujuan, rencana dan penyelesaian. Dengan mereduksi menjadi
sarana, seniman jatuh pada posisi pengrajin yaitu mengabdi pada suatu tujuan
untuk mempengaruhi audien. Seni bukanlah representasi atau cerminan kenyataan,
seniman yang mencoba untuk merepresentasikan emosi yang bergelora dalam batinnya
adalah seorang pengrajin karena didalamnya terpilah antara rencana dan
penyelesaian. Collingwood membedakan seni magis dan seni sejati, seni magis
adalah representasi emosi yang mempunyai nilai guna untuk diritualkan demi
tujuan praktis. Seni juga bukan sebagi hiburan, yaitu seni berfungsi hanya
untuk merangsang emosi audien. Menurut Collingwood hiburan bukanlah seni tetapi
kerajinan. Seni sejati menurut Collungwood terdiri dari dua unsur yaitu ekspresi
dan imajinasi. Seniman merasakan emosi yang menggangu di dalam batinnya, ketika
ingin mengekspresikannya mak imajinasi yang memegang perannya. Antara merasakan
emosi dan menciptakan karya merupakan dua hal yang tak dapat dipisah yang
menyatukannya adalah peran imajinasi.
6.
YOUTUBE: Seni Berwawasan Teknologi Modern
Jurnal : -
Publish : 2013
Penulis : Ricardo F. Nanuru
Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
YouTube sebagai karya seni bukan hanya menjadi penyalur kreatifitas saja.
Objek dan Subjek:
YouTube dan filsafat seni
Metode Penelitian:
Penulis tidak mencantumkan metode
penelitiannya. Namun sepertinya menggunakan metode penelitian analisis kualitatif
dan kajian pustaka.
Hasil Temuan:
YouTube pada awalnya
bukan dikembangkan oleh Google, YouTube awalnya adalag situs web video sharing
yang didirikan pada Februari 2005 oleh tiga orang, Chad Hurley, Steven Chen,
dan Jawed Karim. Pada tahun 2006 Google membeli situs ini seharga US$ 1,65
miliar, para pengguna dapat memuat, menontonvdan berbagi klip video secara gratis.
Format video yang digunakan dalam youtube adalah .flv yang dapat diputar di
penjelajah web yang memiliki plugin flash player. Penulis juga mencantumkan definisi
seni, Sumartono (2010: 6-8) menulis ada tiga konsep awal pembentuk pengertian
seni pada zaman Yunani-Romawi, yaitu: (1) Techne/ars, Techne (Yunani) dan ars
(Romawi) mengandung arti teknik atau keterampilan. Saat ini dikenal dua
pembagian yaitu artes serviles (pertukangan) dan artes liberals (keprofesian),
seni lukis, musik, dan desain yang saat ini bergengsi, dahulu termasuk dalam
kategori pertukangan. (2) Poiesis, pembentuk kata poetika, bidang yang
berkaitan dengan permasalahan teknis seperti bagaimana cara Menyusun puisi. (3)
Ars Rethorica, pembentuk kata retorika, bidang yang berkaitan dengan
permasalahan umum pembahasan dan pengajaran, cara mengutarakan pembicaraan
(speech). Seni juga berdekatan dengan estetika, secara luas estetika dipahami
sebagai filsafat seni. Estetika berasan dari kata Yunani aesthesis yang berarti
persepsi sensual atau kognisi sensorif. Estetika dapat dipahami juga sebagai
kata sifat yang menunjuk pada sifatanya dan dapat dibagikan kepada audiens. Berkaitan
dengan itu munculah istilah pengalaman estetis, persepsi estetis, dan tingkah
laku estetis. Seni diyakini memiliki pengaruh terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, YouTube sebagai bagian dari kecanggihan teknologi
ternyata mendapat tempat dalam perkembangan seni. YouTube menjadi alat untuk
mempresentasikan atau mempromosikan seluruh bentuk karya seni dalam format
video yang bisa dinikmati oleh orang lain. YouTube dapat dikatakan sebagai
karya seni monumental dan elegan ketika mampu menyerap berbagai karya dari
penggunanya, video yang tidak pernah habis ditonton. Di sisi lain YouTube dapat dikatakan rapuh karena tidak
dapat mengontrol dengan ketat video yang seharusnya tidak ditonton oleh beberapa
kalangan. Menurut penulis YouTube bukan hanya hasil karya yang dapat menampung
berbagai video tergantung key wordnya, tetapi merupakan hasil karya yang menjadi
pengalaman estetis pengembangnya, yang mampu menjadi karya yang monumental dan
bersejarah bagi dunia IPTEK.
7.
Analisis Teknik Sinematografi Dalam Videoklip “Till We
Meet Again”
Jurnal : Jurnal Ilmu Sosial (Vol. 2, No. 2, Hal.
1495-1501)
Publish : 29 Maret 2023
Penulis : Filza Rezeki, Nursapia Harahap,
Zuhriah
Tujuan Penelitian:
Untuk menanalisis dan mengetahui teknik
sinematografi dalam sebuah video klip music.
Objek dan Subjek:
Video klip “Till We Meet Again” dan
teknik sinematografi
Metode Penelitian:
Menggunakan metode kualitatif
dengan pendekatan deskriptif, yaitu dengan mengungkap fakta, keadaan, dan
variabel dalam data primer.
Hasil Temuan:
Dalam video klip tersebut penulis
mendapatkan teknik sinematografi yang terdapat pada video tersebut;
(1) Camera angle/sudut pandang kamera, dapat dibagi menjadi tiga aspek. (1)
Sudut pandang kamera objektif, adalah penempatan angle kamera daari sudut
pandang penonton yang tersembunyi, mudah dipahami ketika pemeran dalam video
klip tidak melihat kamera. Ada 3 scene pada video yang memakai angle kamera objektif.
(2) Sudut pandang kamera subjektif, angle kamera yang bersifat mengajak
penonton untuk terlibat dalam adegan/peristiwa di video. Jika pemeran video
melihat langsung ke arah kamera/penonton maka penonton tersebut telah terlibat
dalam video, terdapat 4 scene yang menggunakan angle kamera subjektif dalam
video klip tersebut. (3) Sudut pandang Point Of View (POV), merekam adegan dari
sudut pandang pemeran/actor, suatu pandangan subjektif pada subjek video tersebut.
Terdapat 2 scene POV dalam video klip tersebut. Dari segi angle kamera video
klip ini didominasi oleh angle kamera subjektif, secara tidak langsung ingin
mengajak penonton berperan dalaam video klip tersebut.
(2) Level angle camera dibagi menjadi tiga aspek. (1) Eye level angle, Teknik
pengambilan gammbar yabg memposisikan kamera sejajar secara horizontal dengan tinggi
subjek, setinggi dada/]pandangan subjek. Dalam video klip terdapat 4 scene eye
level angle. (2) High angle, merupakan teknik pengambilan gambar dengan posisi
kamera diatas objek, dapat juga memunculkan kesan tertekan. Video klip ini memiliki
2 scene high angle. (3) Low angle, merupakan teknik pengambilan gambar yang dimana
posisi kamera berada dibawah objek, dapat menciptakan psikologis yang ingin
disampaikan seperti objek tampak berwibawa. Video klip tersebut memiliki 3 scene
low angle. Menunjukkan bahwa video klip ini menggunakan lebih banyak normal angle/eye
level angle, bertujuan untuk menjaga standar normal dalam pengambilan agar tampak
lebih baik.
(3) Type shot, dalam bagian terdapat sembilan jenis type shot. (1) Extreme
long shot/ELS, merupakan teknik pengambilan gambar wilayah yang luas dari jarak
yang sangat jauh. Terdapat 2 kali pengambilan video ELS pada video klip
tersebut. (2) Very long shot/VLS, merupakan gambar opening scene atau bridging
scene Dimana penonton disajikan dengan visual kolosal, metropolitan, dsb. Terdapat
1 kali pengambilan menggunakan VLS. (3) Long shot/LS, yaitu menangkap seluruh
wilayah dari tempat kejadian. Dalam video klip terdapat 1 pengambilan LS. (4)
Medium long shot/MLS, dipakai untuk memperkaya keindahan gambar dan sudah
melakukan potongan pada objek, namun pemandangan/latar tempat tetap mendominasi
video. Video klip tersebut hanya melakukan 1 kali MLS. (5) Medium shot/MS,
didefinisikan sebagai intermediate shot karena berada pada antara long shot dan
close up, secara umum merekam bagian besar dalam video karena menempatkan
penonton pada jarak pertengahan. Terdapat 2 kali pengambilan MS pada video klip.
(6) Medium close up/MCU dapat meningkatkan fokus pada objek dan menambah
kedekatan personal pada objek. MCU pada video klip ini sebanyak 3 kali. (7)
Close up/CU merupakan pengambilan gambar yang memberikan suatu kemungkinkan
suatu penyajian yang rinci dari suatu kejadian. Terdapat 12 kali metode close
up pada video klip tersebut. (8) Extreme close up/ECU, diperlukan untuk memperlihatkan
detail khusus pada sebuah objek. pada video klip tersebut memiliki 2 kali
pengambilan dengan ECU. (9) Overshoulder shot/OSS, digunakan untuk memperkuat
hubungan interaksi antar objek tersebut. Video klip ini memiliki 2 pengambilan
secara OSS. Pada bagian type shot video klip tersebut didominasi oleh
pengambilan secara close up, ini dilakukan bertujuan untuk memperkuat pesan
yang ingin disampaikan dalam setiap adegan yang disajikan.
8.
Penciptaan Video Musik Dengan Materi
Performance Art
Jurnal : Jurnal Pendidikan Seni Rupa (Vol. 4,
No. 2, Hal. 336-342)
Publish : 2016
Penulis : Drs. Salamun Kaulam, M.Pd, Indra
Prayoga
Tujuan Penelitian:
Tujuan utama dalam penelitian ini
adalah untuk menjabarkan ide dan konsep terhadap perkembangan performance art dan
penggabungannya dalam musik. Sehingga seniman lebih mengexplore dalam membuat
performance art, terutama dalam pengemasannya.
Objek dan Subjek:
Performance art dan penciptaan
video musik
Metode Penelitian:
Menggunakan metode analisis kualitatif
Hasil Temuan:
Penulis mencoba untuk mengexplore
lebih jauh tentang performance art dengan mencoba menerapkan dan menggabungkan
dengan video klip musik. Dilihat dari sejarahnya performancea art muncul karena
ketidakpuasan seniman pada seni yang sudah mapan, seni yang sudah dikotak-kotakkan.
Metode yang digunakan penulis dalam menciptakan karyanya adalah metode lintas
disiplin yang mencakup seni rupa, video, dan seni pertunjukan. Langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam proses penciptaannya adalah: Mendengarkan lagu >
Ide > Konsep > Rancangan (visual, gaya, lokasi, media dan teknik) >
Eksekusi karya (sketsa, scenario, penentu ruang, membuat properti, pengambilan
video, editing/finishing). Menurut penulis dalam proses perkembangan
performance art, berbagai bentuk baru akan banyak ditemui dan hal tersebut akan
menjauhkan performance art dari pakemnya. Performance art akan lebih menarik
dan bisa lebih bermanfaat ketika dikemas dalam media yang jelas, sehingga dapat
dinikmati oleh semua kalangan, baik masyarakat seni maupun masyarakat awam
9.
Konstruksi Realitas Kehidupan Dalam Video Klip Lagu
Tong Hua
Jurnal : Koneksi (Vol. 2, No. 2, Hal.
612-620)
Publish : Desember 2018
Penulis : Tivanny Claranita, Riris Loisa
Tujuan Penelitian:
Penulis bertujuan untuk mengetahui
lebih dalam terkait makna realitas kehidupan manusia dan bentuk kontruksinya.
Objek dan Subjek:
Kontruksi realitas kehidupan dan video
klip music “Tong Hua”
Metode Penelitian:
Menggunakan metode pendekatan kualitatif,
untuk menguraikan dan mendeskripsikan makna dibalik tanda, lambing, maupun symbol.
Hasil Temuan:
Penulis menggunakan analisis
semiotika Roland Barthes sebagai teori yang digunakan untuk menganalisis makna
kehidupan dalam video klip “Tong Hua”. Penulis memperoleh beberapa temuan melalui
beberapa adegan video klip, secara denotasi video klip tersebut menampilkan sepasang
wanita dan pria seperti dalam dongeng, secara konotasi dalam video klip menggunakan
warna hitam sebagai gambaran suasana yang gelap, dingin, dan suram. Tidak hanya
penggunaan warna, konotasi juga ditampilkan dalam simbol non verbal, seperti
kontak mata, gestur tubuh, dan ekspresi wajah. Video klip ini ingin membangun
realitas bersifat subjektif dalam liriknya, proses mempersuasi realitas
subjektif tersebut membutuhkan tindakan -tindakan manusia. Tindakan-tindakan
tersebut akan membangun nilai subjektif menjadi objektif. Tanda-tanda yang
sudah dianalisa oleh penulis, secara mitos mengandung budaya tradisional
Tionghoa, dalam video klip terdapat budaya ojigi (budaya berterima kasih) dan
Xin Ren (Kepercayaan yang dianut Tionghoa, percaya bahwa feng shui bergantian
berputar). Penulis berpendapat video klip tersebut mengandung makna realitas
kehidupan bahagia yang dikonstruksikan dengan
melakukan penanaman nilai-nilai subjektivitas, menggunakan tanda-tanda dan
simbol non verbal seperti emosi, ekspresi, warna, serta mitos dan penanaman
nilai tradisional.
10. Analisis Gaya Bahasa Dalam Lirik Lagu “Bertaut” Nadin
Amizah: Kajian Stilistika
Jurnal : Jurnal Penelitian Humaniora (Vol. 26,
No. 1, Hal. 26-37)
Publish : 1 April 2021
Penulis : Ambarul Fatima
Setiawati, Dara Mela Ayu, Sinta Wulandari, Vita Agustiawati Putri
Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
gaya bahasa yang berkaitan dengan langsung tidaknya suatu makna dalam sebuah
lirik lagu “Bertaut” Nadin Amizah
Objek dan Subjek:
Gaya bahasa dan lirik lagu “Bertaut”
Nadin Amizah.
Metode Penelitian:
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif,
untuk mendiskripsikan majas atau gaya bahasa dengan dianalisis secara
menyeluruh.
Hasil Temuan:
Berdasarkan hasil temuan yang sudah
dianalisis, penulis menemukan 26 majas atau gaya bahasa dalam lirik tersebut.
26 majas tersebut dibagi menjadi dua kategori majas retoris dengan jumlah 15
dan majas kiasan dengan jumlah 11. Pada majas retoris terdapat 8 jenis gaya
bahasa yang ada dalam lirik lagu tersebut yaitu hiperbola/dilebih-lebihkan (2),
litotes/merendahkan diri (1), pleonasme/penambahan kata yang lemah (1), aliterasi/perulangan
huruf (2), asonansi/perulangan bunyi vokal (7), anastrof/pembalikan susunan
kalimat yang umum (1), asindeton/kata, frasa, atau klausa sederajat yang tidak membutuhkan kata penghubung (1),
dan polisindeton/kata, frasa, atau klausa
yang digabungkan menggunakan kata hubung (1). Pada majas kiasan terdapat 8 gaya
bahasa yang ada dalam lirik tersebut yaitu simile/perbandingan (4), metafora/perbandingan
tanpa perandaian (1), alegori/perumpamaan pesan atau moral (1), personifikasi/benda
mati digambarkan memiliki sifat manusia (1), alusi /menyangkut pautkan suatu
hal dengan tempat, orang, ataupun peristiwa (1), hipalase/memperjelas kata
dengan gagasan yang berbeda (1), inuendo/makna yang dipengaruhi oleh situasi
(1), dan sarkasme/sindiran (1).
11. Analisis Stilistika Lirik Lagu-Lagu Padi
Jurnal : Pendidikan dan Pembelajaran
Khatulistiwa (Vol. 6, No. 6)
Publish : 2017
Penulis : Teti Leila Adha, Chairil
Effendy, Antonius Totok Priyadi
Tujuan Penelitian:
Penulis bertujuan untuk mengetahui
dan mendeskripsikan aspek stilistika dalam lirik lagu Band Padi.
Objek dan Subjek:
Lirik lagu Band Padi dan teori
stilistika.
Metode Penelitian:
Penulis menggunakan metode
penelitian deskriptif, prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan keadaan subjek/objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta.
Hasil Temuan:
Pada lirik lagu Padi terdapat
penggunaan aspek stilistika bahasa figuratif, yakni 16 bahasa figuratif
perbandingan (simile), 10 bahasa metafora, 2 bahas perumpamaan epos (epic
simile), 79 bahasa personifikasi (prosopopoeia), 33 bahasa metonimia, 8 bahasa sinekdoki
(synecdoche), 9 bahasa allegori dan 1 bahasa epitet. Dalam aspek stilistika citraan, dalam lirik lagu
Padi penulis menemukan 116 data citraan indra penglihatan (visual imagery), 41
data citraan pendengaran (auditory imagery), 31 data citraan perabaan
(tactile/thermal imagery), 5 data citraan pencecapan (taste imagery), 6 data citraan
penciuman (smell imagery), dan 39 data citraan gerakan (movement
imagery/kinaesthetic).
12. Pengaruh Musik Terhadap Emosi Dan Kesehatan Mental
Memahami Koneksi Musikal
Jurnal : Psikologi (Vol. 1, No. 4)
Publish : 22 Mei 2024
Penulis : Asima Sinta Marito
Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh musick dalam kesehatan mental individu dan mengeksplorasi musik dalam
praktik klinis.
Objek dan Subjek:
Musik, psikologis dan neurologis
Metode Penelitian:
Menggunakan metode penelitian sistematis
dan holistik. Metode yang digunakan harus memungkinkan kita untuk menyelidiki
hubungan antara musik, emosi, dan kesehatan mental dengan cara yang
komprehensif dan mendalam.
Hasil Temuan:
Terapi musik, yang
menggunakan musik sebagai alat terapeutik untuk mencapai tujuan tertentu, telah
menjadi pendekatan yang populer dalam mengatasi berbagai gangguan mental,
seperti kecemasan, depresi, dan PTSD. Musik sering digunakan dalam berbagai
konteks sosial, faktor-fakto seperti preferensi musik, latar belakang budaya,
dan pengalaman hidup dapat mempengaruhi orang dalam merespon musik. Dalam pengaruh
terhadap Kesehatan mental, peran teknologi juga memiliki dampak yang
signifikan, akses musik secara global diperluas dengan perkembangan teknologi,
walaupun musik dapat memberikan potensi positif yang besar, harus diperhatikan
bahwa tidak semua jenis music cocok atau bermanfaat bagi setiap orang. Dalam
menjalani terapi musik, penting untuk mempertimbangkan preferensi musik
personal dan kebutuhan individu, melalui pemahaman yang lebih dalam tentang
koneksi antara musik, emosi, dan kesehatan mental, kita dapat mengembangkan
pendekatan yang lebih holistik dan berempati dalam merawat kesejahteraan mental
dan emosional individu. Musik dapat menjadi medium yang kuat untuk
menginspirasi dan memfasilitasi proses kreatif, baik dalam seni visual maupun
tulisan. Selain itu, musik juga dapat menjadi sarana untuk mengungkapkan diri,
terutama bagi individu yang kesulitan untuk mengekspresikan perasaan mereka
dengan kata-kata. Menurut penulis pengaruh music terhadap emosi dan kesehatan mental,
music mampu mempengaruhi suasana hati, memicu respon emosional seseorang dengan
mekanisme psikologis dan neurologis, dan pengaruh music juga bervariasi,
berpengaruh pada pengalaman dan tergantung konteks individu.
13. Pengaruh Musik Dalam Meningkatkan Mood Booster
Mahasiswa
Jurnal : Musikolastika (Vol. 1, No. 2, Hal. 109-115)
Publish : 2019
Penulis : Eka Titi Andaryani
Tujuan Penelitian:
Tujuan utama dalam penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh musik terhadap mood mahasiswa.
Objek dan Subjek:
Musik
Metode Penelitian:
Menggunakan metode analisis deskriptif
Hasil Temuan:
Musik memiliki banyak manfaat bagi kesehatan
dan kekuatan mental manusia bagi pendengarnya. Musik sendiri
merupakan salah satu seni yang melukiskan pemikiran dan perasaan manusia lewat
keindahan suara dengan konsep dan teknik tertentu. Merrit (2003) menyebutkan
manfaat yang diberikan musik yaitu, efek Mozart (meningkatkan intelegensi), refreshing,
motivasi, perkembangan kepribadian, dan terapi. Musik dapat menurunkan Tingkat depresi
mahasiswa, Lelik & Prawitasari (2005) meneliti sekelompok mahasiswa yang
mengalami depresi, dan dalam waktu sebulan terapi dapat menurunkan Tingkat depresi.
Ada beberapa faktor yang membuat mahasiswa mengalami depresi sulit menentukan
prioritas, masalah pola makan, tugas kuliah, keterlibatan dalam organisasi,
keuangan, dan manajemen waktu yang tidak diperhatikan. Musik meingkatkan
kekuatan pembayangan, melipatgandakan dampak fisik, mental dan spiritual. Musik
dapat menciptakan imaji. Musik dapat menangkap imaji ke dalam jaringannya
mengkaitnya agar dapat dianalisis dalam sekejap dipanggil kembali (Efek Mozart
2001: 195). Musik dapat memberikan energi positif ketika sedang dalam kepenatan dalam menghadapi permasalahan,
music dapat menjadi moodbooster yang mampu mengubah kondisi pikiran dan
perasaan yang sedang dialami.
14. Komunikasi Ekspresif Estetik Karya Seni
Jurnal : JCommsci (Vol. 3, No. 2, Hal. 70-77)
Publish : 30 Mei 2020
Penulis : Pangeran Paita Yunus
Tujuan Penelitian:
Mengkaji tentang proses komunikasi pesan
dan makna yang tercermin dalam simbol, tanda pada karya.
Objek dan Subjek:
Ekspresi estetik dalam seni
Metode Penelitian:
Menggunakan pendekatan analisis
kualitatif
Hasil Temuan:
Hubungan antara seniman, karya seni, dan audiens
adalah bentuk ekspresi estetik didalamnya terjadi dialog atau bisa disebut juga
sebagau alat komunikasi. Seni sebagai ekspresi estetik merupakan hasil
ungkapan batin seorang seniman yang tampak pada karya seni lewat medium dan
alat yang digunakannya, Robbins dan Jones (1995: 1) menyatakan bahwa komunikasi
adalah suatu tingkah laku, perbuatan atau kegiatan penyampaian atau pengoperan
lambang-lambang yang mengandung arti dan makna atau perbuatan penyampaian suatu
gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain. komunikasi ekspresi
estetik tidak sekadar keunikan pesan atau makna dari sebuah ekspresi seni,
namun di dalamnya menyangkut etika dan nilai-nilai masyarakat yang mendukung
seni tersebut (Jaeni, 2012: 164). Dalam masyarakat majemuk dan terbuka seperti
masyarakat Indonesia sekarang, komunikasi seni dapat menjadi persoalan, salah
satu penyebabnya karena konteks sosiobudaya antara seniman dan publik seni
mungkin amat berbeda. Untuk mengatasi tersebut dapat dilakukan melalui model pendidikan
nilai seni, baik secara formal maupun non-formal. Pendidikan seni yang sama
akan melahirkan sistem nilai yang sama pula dan sistem nilai yang sama akan
melancarkan komunikasi seni (Sumardjo, 2000: 190). Dalam komunikasi seni, salah satu sumber
rumitnya dialog antara karya seni dengan penghayat, terletak pada apresiasi
corak karya yang memiliki kecenderungan abstraksi bentuk, itu disebabkan karena
tingginya subjektivitas seniman dalam Menyusun dan mengatur bahan seninya sesuai
dengan keinginannya. Setiap seniman ingin berupaya mencari dan menemukan
cirinya yang unik dan original, seorang penghayat yang mampu menangkap struktur
sebuah karya, maka ia akan mampu berkomunikasi dengan karya tersebut.
15. Fungsi Seni Bagi Kehidupan Manusia: Kajian Teoretik
Jurnal : Imajinasi: Jurnal Seni (Vol. 7, No.
2, Hal. 115-128)
Publish : 2 Juli 2014
Penulis : Mohammad Rondhi
Tujuan Penelitian:
Bertujuan untuk mengetahui tentang
seni dalam kehidupan yang dipandang
sebagai proses yang dilakukan oleh manusia
Objek dan Subjek:
Hakikat seni
Metode Penelitian:
Penulis tidak mencantumkan metode
penelitian. Sepertinya penulis menggunakan metodi analisis kualitatif dan studi
kepustakaan.
Hasil Temuan:
Ilmu pengetahuan termasuk juga
humaniora, seringkali dibedakan atas dasar Tingkat kepastian dan keobjektivannya.
Pada ujung objektif, ditempati oleh ilmu alam sedangkan di ujung lainnya
ditempati oleh ilmu kemanusiaan atau humaniora, dengan demikian maka paradigma
seni berbeda dengan paradigma ilmu khusunya ilmu eksakta, ontologi, epistemology
dan aksiologi seni berbeda dengan ilmu. Jika ilmu eksakta mempelajari benda
mati yang relative statis sehingga menghasilkan hukum yang pasti, sehingga seni
dipelajari sebagai ilmu budaya dan humaniora
karena sifatnya yang berubah dan dinamis. Definisi, aksioma, atau proposisi dalam seni sifatnya sangat
sementara dan mudah berubah. Misalnya konsep mengenai garis (line),
kalau dalam ilmu eksakta semua ahli sepakat bahwa yang disebut garis adalah
alur yang menghubungkan antara dua titik. Di dalam bidang seni khususnya seni
rupa, garis mempunyai pengertian yang bermacam-macam sehingga definisinya juga
bermacam-macam. Garis bisa berarti batas dari bidang, warna, atau bentuk. Seni
sebagai unsur budaya tentu saja mempunyai fungsi dan peran yang berbeda dengan
unsur budaya lainnya. Kaum fungsionalis mengatakan bahwa segala sesuatu akan
dipertahankan keberadaannya jika se suatu tersebut masih fungsional. Membedakan
antara karya seni dengan karya lainnya hanya berdasarkan fungsinya tentu saja
tidak cukup karena fungsi itu sendiri juga bermacam-macam. Seni ada yang
berfungsi estetis dan ada juga yang berfungsi non-estetis, demikian juga karya
non-seni. Karya seni yang hadir dalam realitas merupakan karya manusia
(seniman). Proses penciptaan suatu karya seni lebih menitikberatkan pada
dimensi estetis dan kreatif seorang seniman, seni sebagai realitas estetis,
keindahannya memancarkan suatu kreativitas yang luar biasa. Ia berada dalam
lingkungan di mana ia dilahirkan, namun juga tak jarang ia berada di luar
lingkungan di mana ia dilahirkan
Jurnal : KOMA DKV (Vol. 2, Hal. 565-572)
Publish : 2021
Penulis : Claravania Yoel Tanesia,
Naldo Yanuar Heryanto
Tujuan Penelitian:
Untuk mengetahui penentuan skema warna
dalam video klip music menggunakan isu depresi
Objek dan Subjek:
Ekspresi warna dan Depresi
Metode Penelitian:
Metodologi yang digunakan pada
jurnal bersifat kualitatif, dimana penulis melakukan riset data pustaka
Hasil Temuan:
Dalam perencanaan skema warna, penulis meneliti lagu
“Tentang Masa Depan, Satu Dua Langkah”. Ditemukan dua jenis emosi pada lagu
tersebut, 60% menggambarkan kesedihan dan keputusasaan, Goethe yang
menyatakan bahwa warna juga membutuhkan kegelapan dan beberapa warna terbentuk akibat
adanya kegelapan. Selain itu, ia memiliki beberapa penemuan terkait sifat dan
pesan yang disampaikan melalui warna. Ia membagi warna menjadi dua jenis, yaitu
warna yang memberikan kesan-kesan positif dan negatif. Warna yang memberikan
kesan positif adalah kuning, merah-kuning, dan kuning-merah. Sementara warna
yang memberikan kesan negative adalah biru, merah-biru, dan biru merah (Popova,
2012). Berdasarkan
makna dari warna menurut Goethe dan Itten, penulis menemukan bahwa dua bait
pertama mengandung makna yang sedih dan kelam sehingga warna yang digunakan
harus menunjukkan sifat tersebut Lalu pada bait ketiga dan keempat ditemukan
adanya perubahan pada emosi sehingga warna yang digunakan harus berubah. Bait
ketiga dan keempat menggambarkan kerelaan, ketenangan, dan kelegaan. Dengan
sifat-sifat yang tergolong positif, maka warna yang dapat digunakan adalah
warna kuning, jingga (merah kuning/ kuning merah), dan hijau. dalam pembuatan
klip video musik animasi 2D, warna memiliki peran yang signifikan dalam
membantu penyampaian pesan dan emosi. Emosi yang bersifat positif dapat
ditandakan dengan penggunaan warnawarna
tertentu dengan tone yang
terang. Sedangkan emosi yang bersifat negative akan semakin ditonjolkan apabila
menggunakan warna biru, ungu, dan magenta yang bersifat kelam.
Jurnal : Journal of Art,
Film, Television, Animation, Games and Technology (Vol. 3 No. 1, Hal. 1-16)
Publish : 2024
Penulis : Fachreza Aditya Putra, Triadi Sya’dian
Tujuan Penelitian:
Untuk penerapan color grading dalam
menciptakan perubahan suasana dalam pembuatan film “Hari Yang Tadi”
Objek dan Subjek:
Teknik Color Grading
Metode Penelitian:
Menggunakan metode pendekatan
kuantitatif dan penciptaan film
Hasil Temuan:
Dalam penciptaan karya, tidak akan
terlepas kepada teori-teori diterapkan sesuai dengan konsep karya, sehingga
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Pada penelitian ini, penulis
membahas tentang teori pada proses pembuatan film, teori tersebut adalah (1)
Color correction, diartikan
sebagai metode pengaturan keseimbangan dan kepadatan warna untuk mendapatkan
penampakan warna yang tepat atau dengan kata lain untuk mencapai look tertentu ,
(2) Color grading, uatu
metode mengatur warna pada gambar untuk mengatur dan menentukan keseimbangan
warna serta tingkat kecerahan warna untuk mencapai suatu looks yang diinginkan
pada gambar, (3) Teori warna, (4) Psikologi warna, psikologi warna tercipta
karena adanya reaksi pikiran manusia terhadap warna yang mereka lihat, (5)
Warna dalam film, Pracihara (2016), terdapat beberapa elemen penting yang
membentuk sebuah film. Salah satu elemen tersebut adalah warna. Warna dapat
menciptakan suasana atau keadaan tertentu, sehingga membuatnya menjadi sebuah
daya tarik bagi penonton. Warna dapat menekankan sebuah emosi yang ingin
disampaikan dalam setiap adegan film. Dalam film yang dibuat oleh penulis Konsep
pewarnaan yang akan digunakan pada pembuatan film “Hari Yang Tadi” bermain pada
nuansa biru, hal ini dilakukan untuk menggambarkan suasana tenang. Kemudian
konsep pewarnaan selanjutnya menggunakan warna cokelat dimana warna tersebut
untuk menggambarkan suasana letih, dan pewarnaan yang terakhir menggunakan
konsep warna biru gelap. Warna tersebut menggambarkan suasana menjadi lebih
menegangkan dan mencekam kepada penonton.
18. Film Sebagai Proses Kreatif Dalam Bahasa Gambar
Jurnal : Komunikologi (Vol. 4, No. 1, Hal.
22-34)
Publish : Maret 2007
Penulis : Teguh Imanto
Tujuan Penelitian:
Bertujuan untuk menganalisis bentuk
komunakasi bahasa gambar pada film
Objek dan Subjek:
Film
Metode Penelitian:
Menggunakan metode analisis
kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan
Hasil Temuan:
Penulis memandang film sebagai bentuk ekspresi
kreatif, melibatkan berbagai elemen dalam prosesnya seperti music, seni, suara,
teater, dan teknologi. Pada awal sejarah film, para sineas semacam Lumiere film
yang dibuatnya hanya berkonsep merekam kenyataan yang ada, seperti para pekerja
pabrik yang meninggalkan aktifitasnya, suatu peristiwa yang direkamny tanpa
menceritakan kisa apapun atau suatu cerita yang telah direncanakan. Tetapi
beberapa tahun kemudian oleh George Milles mengubah kenyataan yang naïf itu
menjadi suatu kisah yang dibumbui oleh fantasi yang menarik. Hasil dari olahan
Milles dari kenyataan menjdi suatu tontonan yang penuh dengan dunia impian. Seiring
dengan perkembangan populernya aliran “Surealisme”, yaitu sebuah aliran dalam
dunia kesenirupaan yang berkonsep pada takbir mimpi dengan dipenuhi oleh daya fantasi
itu, maka perkembangan film tak lepas dari pengaruhnya Perkembangan film di
abad 21 mengalami perubahan yang spektakuler, ketika unsur teknologi menjadi bagian
penting dalam proses produksi sebuah film. Seiring dengan perkembangan komputer
mengarah pada digitalisasi, maka program-program yang mendukung dalam proses produksi
film telah tercipta seperti program editing, Animasi, Audio, bahkan special
efek yang menghasilkan efek-efek gambar yang manajubkanpun tersedia, maka film yang
akan terciptapun hasilnya luar biasa. Ada beberapa jenis-jenis pada film
seperti film documenter, cerita pendek, cerita panjang, profile perusahaan, iklan
televisi, program televisi, dan film video clip. Pembuatan sebuah film
merupakan hasil kerja kolaboratif, artinya dalam proses produksi sebuah film melibatkan
sejumlah tenaga ahli kreatif yang menguasai sentuhan teknologi dalam
keahliannya, semua unsur ini saling menyatu, bersinergis serta saling mengisi
satu sama yang lainnya, orang-orang yang terlibat dalam film yaitu produser,
sutradara, penulis scenario, penata fotografi, penata artistic, penata suara,
penata music, penyunting/editor, dan pemeeran/aktor.
Selain film sebagai sarana pencurahan ekspresif sang penciptanya, namun film
juga sebagai alat komunikator massa, sehingga segala sesuatu yang berkaitan
dengan proses pembuatan seharusnya berpegang pada etika-etika yang ada di
masyarakat. Karena sebuah film diciptakan untuk ditonton oleh masyarakat dan bukan
untuk perorangan.
19. Ekspresivisme Harian
Leo Tolstoy Dalam Kesenian Jemblung Banyumas
Jurnal : Tonika (Vol. 3, No. 1)
Publish : 3 Juni 2020
Penulis : Nurratri Widya Pangestika
Tujuan Penelitian:
Bertujuan untuk mengkaji
ekspresivisme harian dalam seni pertunjukan kesenian jemblung
Objek dan Subjek:
Kesenian jemblung dan ekspresivisme
harian Leo Tolstoy
Metode Penelitian:
Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif interpretatif yang artinya adalah penelitian yang bersifat
deskripsi, tidak menggunakan angka-angka, dan mendeskripsikan berupa ucapan,
tulisan, dan pengamatan.
Hasil Temuan:
Seni sebagai komunikasi emosi, Jika karya seni dibuat sebagai bentuk komunikasi, maka dalam
proses penciptaan sang seniman sedang melakukan encode atau pengkonstruksian pesan. Asumsi
pertama teori seni Tolstoy adalah seni merupakan bentuk komunikasi, Untuk disebut sebagai sebuah
seni, tidak cukup hanya dikatakan bahwa seniman mengekspresikan emosi, tetapi juga harus mengandung
makna mengkomunikasikan emosi, aktivitas seni semacam aktivitas bahasa yang menyatukan manusia dalam
emosi (Stolnitz, 1960, p. 173). Secara umum, emosi bersifat subjektif dan terkait dengan senang atau tidak
senang terhadap sesuatu. Penonton dalam pertunjukan Jemblung merupakan kehormatan bagi seorang pengrawit
yang memberikan dorongan luar biasa sehingga menjadikan permainannya semakin maksimal. Penonton dapat
menikmati pertunjukan Jemblung dengan cara dan kemampuannya masing-masing sesuai pengalaman estetis
dalam menikmati sajian, hal itu sesuai dengan pemikiran Tolstoy tentang definisi seni sebagai alat komunikasi
mengandung dua unsur yaitu ungkapan dan kerasukan. Ungkapan dan kerasukan terlihat ketika sajian pertunjukan
Jemblung berlangsung, terdapat sebuah stimulus dan respon yang bersifat estetis formalistis dimana karya seni
sebagai salah satu jenis objek estetis menimbulkan rasa menyenangkan. Menurut Tolstoy (1969) bahwa komunikasi
gagasan dianggap berhasil ketika orang lain memahaminya, dan komunikasi perasaan dianggap berhasil ketika orang
lain dapat merasakan perasaan tersebut. Keberhasilan komunikasi dalam pertunjukan Jemblung terlihat ketika para
pemain dan penonton saling berinteraksi satu sama lain. Senggakan yang digunakan dalam gendhing Banyumasan
terdapat dalam gendhing bendrong kulon. Jenis senggakan yang digunakan adalah Senggak nglagu, merupakan jenis
senggak dengan menciptakan alur lagu tertentu sesuai dengan sajian gendhing. Ekspresi estetis dalam karya seni
Jemblung dapat diinterpretasikan melalui sebuah sajian pertunjukan serta dari struktur iringan musik yang dihasilkannya.
Pertunjukan jemblung sebagai media komunikasi, tidak hanya sekedar menghadirkan visual, akan tetapi dapat memberikan
pesan moral pada penonton yang digunakan sebagai control perilaku.
20. Visual Imagery Pada Video Musik Navicula-Kembali Ke
Akar
Jurnal : Prosiding Bali Dwipantara Waskita
(Vol.2)
Publish : 29 Juli 2022
Penulis : Nyoman Lia Susanthi , Ketut Hery Budiyana
Tujuan Penelitian:
Bertujuan untuk mendeskripsikan
visual imagery penonton yang dibangun sutradara dalam isu sosial dan lingkungan
Objek dan Subjek:
Video klip musik Navicula “Kembali
Ke Akar” dan visual imagery
Metode Penelitian:
Menggunakan metode deskriptif kualitatif,
dengan teknis pengumpulan data melalui tinjauan karya video musik
Navicula-Kembali ke Akar, studi pustaka serta studi lapangan dengan
mewawancarai sutradara, focus group discussion (FGD) bersama kalangan mahasiswa,
dosen serta masyarakat umum
Hasil Temuan:
Hasil dari penelitian ini, penulis mendapatkan, sutradara video klip menerapkan mice en scene
estetik, merupakan istilah yang diambil dari bahasa Perancis yang berarti “tempat di atas
panggung”. Terdapat empat aspek dari mise en scene yaitu setting, kostum, pencahayaan dan
pergerakan figure. Navicula dalam setting video musiknya secara artistik berlokasi di Bali,
(1) Pohon kayuputih di Tabanan, (2) 3D Renon, (3) Tpa Suwung. Kostum yang digunakan pada video
tersebut menggunakan 2 jenis kostum, pertama kostum untuk musisi dan kostum untuk penari.
Musisi sebagai pemeran utama menggunakan kostum pilot, pemadam kebakaran, tentara, dan penyelam
yang menunjukkan posisi sosial karakter dan disposisi karakter. Kostum tersebut sebagai simbol
unsur-unsur alam yaitu kostum pilot simbol udara, pemadam kebakaran simbol api, tentara simbol
tanah, penyelam sebagai simbol air. Kostum yang kedua adalah klasik 58 setting kerajaan 1930.
Penata kostum klasik melibatkan Indira Laksmi dan Gama Creative Hub. Posisi social karakter yang
ingin dibangun adalah simbol budaya asli Bali pada zaman Kerajaan. Tata Cahaya atau lighting
pada video music Navicula tersebut mengacu pada Lokasi syuting yaitu indoor dan outdoor,
menerapkan three point lighting dengan Cahaya matahari untuk outdoor. Terakhir adalah blocking,
terdapat 2 ekspresi figur yang diperankan yaitu musisi dan penari. Musisi memainkan alat musik
mengacu pada ekspresi wajah dan postur seorang musisi. Sesekali musisi memiliki gerak figure
ikut dengan gerakan penari. Sedangkan figur penari bergerak mengikuti tempo lagu dengan pilihan
koreografi patah-patah atau konsep tari skakatau, Tari Tri Datu dan koreofrafi lingkungan tari
akar. Untuk mengkaji visual imagery pada video “Kembali Ke Akar”, dilakukan Focus Groud
Discussion/FGD yang menghadirkan mahasiswa, dosen, dan Masyarakat umum. Ditemukan tiga adopsi
oleh khalayak dalam memaknai media, yaitu: (1) Posisi hegemonic-dominan, penonton sejalan
dengan kode-kode visual (yang didalamnya terkandung nilai-nilai, sikap, keyakinan, dan asumsi)
dan secara penuh menerima makna yang disodorkan dan dikehendaki oleh sutradara, (2)Posisi yang
dinegosiasikan, Penonton dalam batas-batas tertentu sejalan dengan kode-kode visual dan pada
dasarnya menerima makna yang disodorkan sutradara namun memodifikasikannya sedemikian rupa
sehingga mencerminkan posisi dan minatminat pribadinya, (3) Posisi oposisional, Penonton tidak
sejalan dengan kode-kode visual dan menolak makna atau pembacaan yang disodorkan, dan kemudian
menentukan frame alternatif sendiri dalam menginterpretasikan pesan. Video musik Navicula yang
berjudul Kembali ke Akar telah mampu mempengaruhi resepsi audiens dengan tumpukan simbol
didalamnya. Pesan untuk melepas semua atribut atau peran kita di dunia modern ini, untuk menuju
identitas/asal-usul kita dan ingat pada akar budaya kita yang diwariskan oleh leluhur.
Komentar
Posting Komentar